Senin, 09 April 2012

ADVOKASI ANGGARAN


Muhammad Ahyar, SH
Staf Ahli Fraksi PKS kota Mataram 

Hampir dapat disimpulkan, bahwa seluruh kepentingan rakyat yang dilekatkan kepada pemerintah dalam peran dan fungsi mengayomi rakyatnya, bermuara pada anggaran yang dibuat secara periodik pada tiap tahunnya bersama legislatif dalam fungsi budgeting atau yang kita sebut sebagai APBD. Seberapa efektif anggran dapat menyentuh hak-hak yang paling prinsip oleh rakyat, sejauh itu pula efektifitas anggaran pemerintah dapat dinilai. Atau dengan kata lain, seberapa besar kepentingan rakyat harus dipenuhi, maka sejauhitu pula seharusnya anggaran daerah harus difungsikan.


Kita bisa melihat hal ini dari tiga bidang pokok kebutuhan mendasar masyarakat, yaitu :  
1.      Bidang Pendidikan 
2.      Bidang Kesehatan
3.      Bidang Ekonomi/Kesejahteran.
Pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi masyarakat, setatus sosial masyarakat dapat dinilai dari tingkat rata-rata pendidikan masyarakatnya. Kalau tingkat pendidikan satu keluarga atau satu kelompok masyarakat tertentu rendah, maka kita juga tidak terlalau bisa berharap bahwa tingkat kesejahteraan yang tinggi disebabkan karena keterbelakanga nmasyarakat tersebut sendiri, selanjutnya kita juga akan melihat bahwa tingkat standar kesehatan mereka juga akan sangat rendah karena tidak dapat memenuhi instrument-instrument penunjang kesehatan, seperti Sandang, Pangan, dan Papan.
Namun pada kenyatannya sering kali pada persoalan inilah kepentingan dan kebutuhan masyarakat menjadi terabaikan. Di banyak tempat Pimpinan Daerah selaku Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengelabui rakyatnya dengan cara menyelewengkan Anggran alias secara bersama-sama melakukan Korupsi Anggaran. Sebab disini berlaku hukum timbal balik/kausalitas. Apabila asas Efektif Anggaran yang dikedepankan dalam menjalankan fungsi Anggaran maka rakyat akan menjadi sejahtera, dan sebaliknya bila asasc urang yang digunakan, maka rakyat jadi sengasara.
Pada banyak kasus, biasanya bentuk penyelewengan Anggaran dilakukan dengan modus sbb:
1.      Anggaran tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (melanggar Undang-undang). 
2.      Anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan tapi penggunaanya tidak tepat/tidak terarah (tidak efektif) 
3.      Anggarannya tidak sesuai Anggaran dan penggunaannya tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
Hal ini diperparah oleh karena DPR selaku lembaga kontrol pemerintah, seringkali terjebak pada permainan eksekutif, bahkan secara bersama-sama atau bersepakat melakukan korupsi (korupsi berjamaah), sehingga menjadi sistem. Kita menyebutnya sistem, karena telah menjadi satu kesatuan dan dilakukan tidak oleh satu orang atau satu lembaga saja, melainkan dikerjakan oleh banyak orang dan berlindung di bawah undang-undang.
Di pihak lain, gerakan anti korupsi yang dipelopori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) ternyata belum dapat berbuat banyak. Kalangan civil society ini dinilai masih lemah dalam melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah, meski sejumlah kasus di berbagai daerah telah berhasil didorong sampai ke pengadilan, tapi dibandingkan potensi dan besarnya korupsi di daerah, usaha yang dilakukan kalangan NGO masih relatif kurang.
Kelemahan kebanyakan NGO dalam melaksanakan fungsi dan perannya dapat disebabkan banyak faktor, diantaranya lemahanya instrument kontrol yang berupa data-data awal tentang indikasi terjadinya penyalahgunaan anggaran. Faktor lain juga berupa lemahnya dukungan masyarakat sehingga gaung perlawanan terhadap kezhaliman pemerintah ini mendapat presser lebih kuat, sehingga mampu meminimalisir tindak pidana korupsi yang terjadi.
Setidak-tidaknya ada tiga hal yang harus dipenuhi oleh personal maupun NGO dalam perannya mengadvokasi anggaran:
1.      Komitmen
Komitmen harus benar-benar dipancang dalam sanubari, sebab akan banyak hal yang akan berbenturan dengan mental kita pada saat melakukan Advokasi. Benturan tersebut dapat berupa intimidasi fisik langsung, sebab pemerintah punya kekuasaan dan DPR punya massa yang diperguanakan sebagai alat pemaksaan kehendak mereka. Di salahsatu Kota di Nusa Tenggara Barat misalnya, dalam menjalankan roda pemerintahannya membuat satu kelompok Pamswakarsa yang nota bene terdiri dari banyak preman yang digunakan pada setiap momen yang membutuhkan pengukuhan keputusan pemerintah kota, ataupun digunakan sebagai “tameng agresif” pada saat advokasi yang dilakukan oleh masyarakat. Intimidasi juga dapat berupa intimidasi ekonomi dengan menggunakan uang sebagai sogokan, dan sering kali intimadasi ini lebih efektif dari intimidasi apapun. Disini kekuatan iman dan komitmen diuji, kalau komitmen rendah maka advokasi juga akan menjadi hampa.
2.      Ilmu
Dalam advokasi Anggaran, pengetahuan tentang seluk beluk Anggaran haruslah memadai. Karena untuk mengetahui ada indikasi awal penyelewengan anggaran juga tidak mudah. Disamping bahan yang dkaji juga banyak, waktu yang disediakan juga sangat sempit. Dalam menyusun anggaran sebelum disahkan atau pada saat eksekutif menyerahkan plafon anggaran belanja daerah kepada legislatif seringakli hanya berupa copy paste dari anggaran tahun lalu. Dibutuhkan kerja yang efektif dalam mengkajinya dan bila perlu dikerjakan secara bersama-sama dengan masyarakat atau siapapun yang berkompeten dalam bidang anggaran. Atau juga para pejuang hak-hak masyarakat terlebih dulu mengikuti kajian-kajian tentang seluk-beluk anggaran dan membaca buku-buku panduan  advokasi anggaran yang telah banyak beredar.
3.      relasi/jaringan
Relasi atau jaringan haruslah menjadi instrument yang diprioritaskan dalam strategi anggaran. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan di rekan-rekan yang ada di legislatif, sebab data-data awal juga tentu kita hanya bias dapatkan dari legislatif dengan asumsi masih banyak anggota legislatif yang bersih dan peduli terhadap efektifitas penggunaan anggaran. Atau jaringan juga dapat berupa lembaga swadaya masyarakat lain yang kita ajak secara bersama-sama untuk mengadvokasi anggaran. Dan tentu saja kita harus menyertakan masyarakat umum dalam hal ini, sebab merekalah yang paling berkepentingan untuk mendapatkan hak-haknya.
Setelah tiga instrument diatas terpenuhi dibutuhkan kontinyuitas kerja secara bertahap, sampai korupsi anggaran benar selalu tepat sasaran dan menjadi satu pola yang tersistemastis oleh pemerintah dalam setiap periode. WallahuA’lam

Tidak ada komentar :

Posting Komentar