Muhammad Ahyar, SH Staf Ahli Fraksi PKS kota Mataram |
Hampir dapat disimpulkan, bahwa
seluruh kepentingan rakyat yang dilekatkan kepada pemerintah dalam peran dan
fungsi mengayomi rakyatnya, bermuara pada anggaran yang dibuat secara periodik
pada tiap tahunnya bersama legislatif dalam fungsi budgeting atau yang
kita sebut sebagai APBD. Seberapa efektif anggran dapat menyentuh hak-hak yang
paling prinsip oleh rakyat, sejauh itu pula efektifitas anggaran pemerintah
dapat dinilai. Atau dengan kata lain, seberapa besar kepentingan rakyat harus
dipenuhi, maka sejauhitu pula seharusnya anggaran daerah harus difungsikan.
Kita bisa melihat hal ini dari tiga
bidang pokok kebutuhan mendasar masyarakat, yaitu :
1. Bidang
Pendidikan
2. Bidang
Kesehatan
3. Bidang
Ekonomi/Kesejahteran.
Pendidikan adalah kebutuhan yang
sangat mendasar bagi masyarakat, setatus sosial masyarakat dapat dinilai dari
tingkat rata-rata pendidikan masyarakatnya. Kalau tingkat pendidikan satu
keluarga atau satu kelompok masyarakat tertentu rendah, maka kita juga tidak
terlalau bisa berharap bahwa tingkat kesejahteraan yang tinggi disebabkan
karena keterbelakanga nmasyarakat tersebut sendiri, selanjutnya kita juga akan
melihat bahwa tingkat standar kesehatan mereka juga akan sangat rendah karena
tidak dapat memenuhi instrument-instrument penunjang kesehatan, seperti
Sandang, Pangan, dan Papan.
Namun pada kenyatannya sering kali
pada persoalan inilah kepentingan dan kebutuhan masyarakat menjadi terabaikan.
Di banyak tempat Pimpinan Daerah selaku Pemerintah bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengelabui rakyatnya dengan cara menyelewengkan Anggran
alias secara bersama-sama melakukan Korupsi Anggaran. Sebab disini berlaku
hukum timbal balik/kausalitas. Apabila asas Efektif Anggaran yang dikedepankan
dalam menjalankan fungsi Anggaran maka rakyat akan menjadi sejahtera, dan
sebaliknya bila asasc urang yang digunakan, maka rakyat jadi sengasara.
Pada banyak kasus, biasanya bentuk
penyelewengan Anggaran dilakukan dengan modus sbb:
1. Anggaran tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (melanggar Undang-undang).
2. Anggaran sesuai
dengan peraturan perundang-undangan tapi penggunaanya tidak tepat/tidak terarah
(tidak efektif)
3. Anggarannya
tidak sesuai Anggaran dan penggunaannya tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
Hal ini diperparah oleh karena DPR
selaku lembaga kontrol pemerintah, seringkali terjebak pada permainan
eksekutif, bahkan secara bersama-sama atau bersepakat melakukan korupsi
(korupsi berjamaah), sehingga menjadi sistem. Kita menyebutnya sistem, karena
telah menjadi satu kesatuan dan dilakukan tidak oleh satu orang atau satu
lembaga saja, melainkan dikerjakan oleh banyak orang dan berlindung di bawah
undang-undang.
Di pihak lain, gerakan anti korupsi
yang dipelopori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) ternyata belum dapat
berbuat banyak. Kalangan civil society ini dinilai masih lemah dalam
melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah, meski sejumlah kasus di
berbagai daerah telah berhasil didorong sampai ke pengadilan, tapi dibandingkan
potensi dan besarnya korupsi di daerah, usaha yang dilakukan kalangan NGO masih
relatif kurang.
Kelemahan kebanyakan NGO dalam
melaksanakan fungsi dan perannya dapat disebabkan banyak faktor, diantaranya
lemahanya instrument kontrol yang berupa data-data awal tentang indikasi
terjadinya penyalahgunaan anggaran. Faktor lain juga berupa lemahnya dukungan
masyarakat sehingga gaung perlawanan terhadap kezhaliman pemerintah ini
mendapat presser lebih kuat, sehingga mampu meminimalisir tindak pidana
korupsi yang terjadi.
Setidak-tidaknya ada tiga hal yang
harus dipenuhi oleh personal maupun NGO dalam perannya mengadvokasi anggaran:
1. Komitmen
Komitmen harus benar-benar dipancang
dalam sanubari, sebab akan banyak hal yang akan berbenturan dengan mental kita pada
saat melakukan Advokasi. Benturan tersebut dapat berupa intimidasi fisik langsung,
sebab pemerintah punya kekuasaan dan DPR punya massa yang diperguanakan sebagai
alat pemaksaan kehendak mereka. Di salahsatu Kota di Nusa Tenggara Barat
misalnya, dalam menjalankan roda pemerintahannya membuat satu kelompok Pamswakarsa
yang nota bene terdiri dari banyak preman yang digunakan pada setiap momen yang
membutuhkan pengukuhan keputusan pemerintah kota, ataupun digunakan sebagai
“tameng agresif” pada saat advokasi yang dilakukan oleh masyarakat. Intimidasi juga
dapat berupa intimidasi ekonomi dengan menggunakan uang sebagai sogokan, dan sering
kali intimadasi ini lebih efektif dari intimidasi apapun. Disini kekuatan iman dan
komitmen diuji, kalau komitmen rendah maka advokasi juga akan menjadi hampa.
2. Ilmu
Dalam advokasi Anggaran, pengetahuan
tentang seluk beluk Anggaran haruslah memadai. Karena untuk mengetahui ada indikasi
awal penyelewengan anggaran juga tidak mudah. Disamping bahan yang dkaji juga banyak,
waktu yang disediakan juga sangat sempit. Dalam menyusun anggaran sebelum disahkan
atau pada saat eksekutif menyerahkan plafon anggaran belanja daerah kepada
legislatif seringakli hanya berupa copy
paste dari anggaran tahun lalu. Dibutuhkan kerja yang efektif dalam mengkajinya
dan bila perlu dikerjakan secara bersama-sama dengan masyarakat atau siapapun
yang berkompeten dalam bidang anggaran. Atau juga para pejuang hak-hak masyarakat
terlebih dulu mengikuti kajian-kajian tentang seluk-beluk anggaran dan membaca buku-buku
panduan advokasi anggaran yang telah banyak
beredar.
3. relasi/jaringan
Relasi atau jaringan haruslah menjadi
instrument yang diprioritaskan dalam strategi anggaran. Jaringan tersebut dapat
berupa jaringan di rekan-rekan yang ada di legislatif, sebab data-data awal juga
tentu kita hanya bias dapatkan dari legislatif dengan asumsi masih banyak anggota
legislatif yang bersih dan peduli terhadap efektifitas penggunaan anggaran. Atau
jaringan juga dapat berupa lembaga swadaya masyarakat lain yang kita ajak secara
bersama-sama untuk mengadvokasi anggaran. Dan tentu saja kita harus menyertakan
masyarakat umum dalam hal ini, sebab merekalah yang paling berkepentingan untuk
mendapatkan hak-haknya.
Setelah tiga
instrument diatas terpenuhi dibutuhkan kontinyuitas kerja secara bertahap, sampai
korupsi anggaran benar selalu tepat sasaran dan menjadi satu pola yang
tersistemastis oleh pemerintah dalam setiap periode. WallahuA’lam
Tidak ada komentar :
Posting Komentar